Selasa, 25 Juni 2013

WATU MBELUA



Di sebelah utara agak ke barat danau Sano Nggoang terdapat suatu batu besar yang ukurannya kira-kira tinggi 1,5 meter dan diameternya kira-kira 75 cm. Batu ini letaknya dipinggir danau Sano Nggoang persis di hulu sebuah sungai yaitu Sungai Mbelua, yang mengalir dari danau Sano Nggoang di utara menuju ke wilayah Kempo.
            Pada salah satu sisi dari batu ini, ada bekas atau lubang karena dulu batu ini pernah ditombak oleh seorang manusia raksasa. Manusia raksasa itu dulu disebut Empo Mberong. Untuk meyakinkan itu bahwa diatas batu itu ada bekas telapak kaki manusia raksasa Empo Mberong, dan beberapa meter dari batu itu juga ada bekas kaki dengan ukuran yang sama yang terdapat pada sebuah batu. Bekas telapak kaki itu tetap ada sampai sekarang.
            Cerita lengkap tentang Empo Mberong menombak Watu Mbelua tersebut maka ikutilah kisahnya sebagai berikut:
            Pada zaman dahulu di sekitar Danau Sano Nggoang awalnya hanya ada dua keluarga dan selebihnya adalah manusia raksasa (Empo Mberong). Dua jenis manusia ini saling bermusuhan atau saling berselisih faham sehingga keduanya sering bentrok. Menurut ceritanya bahwa dua keluarga yang dimaksud yang satu disebut Emteklegok dan yang satu lagi Emketao.
            Emteklegok dan Emketao tinggal dalam satu rumah. Rumah mereka terletak disebelah timur Danau Sano Nggoang. Bila bepergian jauh seperti meninggalkan rumah beberapa hari, maka tidak boleh Emteklegok dan Emtekao pergi bersama-sama karena bila hal itu diketahui oleh manusia raksasa (Empo Mberong) maka anak istri Emteklegok dan Emketao menjadi sasaran untuk diserang oleh Empo Mberong.  Empo Mberong adalah manusia kanibal yang suka memakan daging manusia. Emteklegok dan Emketao adalah laki-laki yang perkasa, tangkas dan cerdik menghadapi Empo Mberong sehingga keluarga Emketao dan Emteklegok selalu luput bila ada serangan dari Empo Mberong.
            Pada suatu hari Emteklegok pergi ke pasar Werloka. Untuk sampai di pasar Werloka memakan waktu satu hari satu malam. Emteklegok pergi ke pasar membawa ubi jalar. Dan sampai di pasar Werloka ubi-ubi ditukar dengan ikan dan garam dengan orang-orang dari pulau. Setelah selesai pasar Emteklegok pulang dengan membawa ikan dan garam hasil barterannya. Kira-kira sepuluh kilometer dari pasar Werloka, Emteklegok sudah merasa capek sekali juga dia sudah merasa lapar. Dia istirahat lalu membuat api untuk membakar beberapa ubi yang tersisa dijual karena sengaja untuk dijadikan bekal selama di perjalanan. Tak lama kemudian ubi-ubi yang dibakar itu sudah matang dan memang Emteklegok sudah tak sabar menahan rasa laparnya sehingga ubi-ubi itu disantapnya satu per satu dengan lahapnya. Setelah beberapa biji dimakan maka rasa laparnya hilang dan diganti rasa kenyang. Pada saat rasa kenyang itulah ia merasa ngantuk dan ingin sekali untuk tidur melepas lelah barang sebentar. Tapi pada saat ia tertimpa rasa ngantuk yang berat tiba-tiba ia dikagetkan dengan suara Empo Mberong yang memanggil Emteklegok dari jarak kira-kira satu kilometer.
            Empo Mberong pada hari itu keluar dari guanya untuk mencari binatang buruan tetapi sial tak dapat apa-apa. Empo Mberong memanggil-manggil nama Emteklegok karena Empo Mberong merasa tercium aroma ubi  bakar yang dibakar oleh Emteklegok. Empo Mberong berusaha untuk menemui Emteklegok dan usahanya berhasil.
            Pada saat Empo Mberong menemui Emteklegok dia berusaha untuk menyapa Emteklegok dengan ramah karena dia ingin meminta sesuatu dari Emteklegok. Sebaliknya Emteklegok menyambut sapaan Empo Mberong dengan seramah mungkin karena takut diserang sang kanibal yang lapar di tengah hutan dan Emteklegok dalam keadaan sendiri.
            Empo Mberong menyampaikan bahwa dia merasa lapar dan bertanya apakah ubi bakar yang dibawa Emteklegok masih ada sisanya. Emteklegok memutar otaknya mencari jawaban yang pas agar Empo Mberong tidak marah atau berang. Memang dasar Emteklegok yang cerdas sehingga langsung saja ia menjawab ubi bakar masih ada sisanya lagi satu bakul tetapi harus sabar dulu karena masih mentah atau belum dibakar. Empo Mberong menjawab ,”Tidak apa-apa biar saya sendiri yang membakarnya.” Sesungguhnya ubi-ubi yang dibawa Emteklegok sudah habis.
            Bagaimana cara Emteklegok mengelabui Empo Mberong? Emteklegok menyuruh Empo Mberong mencari kayu bakar untuk membakar ubi. Empo Mberong dengan segera mengikuti suruhan Emteklegok. Dan pada saat Empo Mberong pergi mencari kayu bakar Emteklegok mengumpulkan beberapa buah batu yang besarnya kira-kira sebesar kepala Emteklegok.
            Tak lama kemudian Empo Mberong datang dengan membawa seonggok kayu bakar.Emteklegok menyalakan api dengan kayu bakar yang dibawa Empo Mberong. Setelah itu batu-batu yang dikira ubi oleh Empo Mberong itu dimasukkan ke dalam api yang sedang menyala. Setelah itu mohon ijin lah Emteklegok untuk pergi meninggalkan tempat itu kepada Empo Mberong. Tetapi sebelum berangkat Emteklegok berpesan kepada Empo Mberong agar ubi-ubi itu tidak boleh dikeluarkan dari api sebelum semuanya berwarna merah. Karena kalau sudah berwarna merah itu tandanya bahwa ubi-ubi itu sudah matang dan sudah siap untuk dimakan. Dan satu lagi pesan Emteklegok  bahwa kalau sudah semuanya berwarna merah maka satu per satu ubi itu dikeluarkan dari bara api. Cara memindahkan yaitu dipegang erat-erat oleh kedua telapak tangan Empo Mberong, Empo Mberong memperhatikan pesan itu dengan seksama. Setelah berpesan demikian Emteklegok melangkahkan kakinya dari tempat itu dengan secepat mungkin agar bisa cepat sampai di rumah dengan selamat. Satu jam setelah Emteklegok pergi Empo Mberong melihat batu-batu yang dikiranya ubi-ubi itu semuanya berwarna merah, maka ia tak sabar lagi menanti dan menanti, langsung saja mengangkat salah satu diantaranya dengan cara dipegang erat-erat seperti yang dipesankan oleh Emteklegok. Apa yang terjadi? Empo Mberong menjerit karena kepanasan hingga kedua telapak tangannya melepuh dan tak lama kemudian telapak tangannya menggelembung seperti balon akibat panasnya batu yang dikira ubi oleh Empo Mberong. Tangan Empo Mberong merasa sangat pedis dan Empo Mberong baru menyadari bahwa Emteklegok ingin mencelakakan dirinya dengan cara seperti itu. Kemudian tak perlu tunggu lama lagi Empo Mberong segera mengejar Emteklegok. Kecepatan langkah kaki Empo Mberong sepuluh kali lebih cepat dari langkah kaki Emteklegok dengan demikian selisih satu jam Emteklegok meninggalkan Empo Mberong masih bisa dikejar oleh Empo Mberong.
            Sambil mengejar Empo Mberong meraung-raung dan menyumpah Emteklegok sehingga dari jarak satu kilometer, Emteklegok mendengar suara itu. Alangkah takutnya Emteklegok dan merasa terancam sambil berlari Emteklegok mencari akal bagaimana caranya bisa lolos dari bahaya Empo Mberong sang kanibal.
            Jarak untuk sampai ke rumah Emteklegok kira-kira lagi dua kilometer. Emteklegok sudah lelah dan tidak ada tenaga lagi untuk lari lebih cepat. Dalam suasana genting seperti itu tiba-tiba saja Emteklegok menemui cara baru untuk menjebak Empo Mberong dengan membuat orang-orangan dari sarung yang dipakainya dan orang-orangan itu disandarkan pada sebuah batu yang terletak dipinggir danau Sano Nggoang. Emteklegok meletakkan itu dengan wada dalam bahasa Manggarai yaitu doa. Setelah wada itu dia ucapkan lalu dia melanjutkan perjalanan dengan sisa tenaga yang ada.
            Ternyata cara yang digunakan Emteklegok dapat menaklukan Empo Mberong. Bagaimana tidak, Empo Mberong merasa orang-orangan yang dipasang Emteklegok itu adalah Emteklegok benaran. Karena Emteklegok sudah lelah dan kehabisan tenaga pikirnya.  Dengan berang dan amarah yang meledak-ledak Empo Mberong mengangkat gagang tombak dan melepaskan tombaknya mengenai bagian jantung dari orang-orangan yang dibuat oleh Emteklegok itu. Tombak itu tertancap dan menembus sampai di batu sandaran orang-orangan tersebut. Empo Mberong yakin bahwa Emteklegok telah mampus tanpa jeritan oleh tombaknya yang sakti.
            Empo Mberong melepas lelah dengan membaringkan diri tak jauh dari tombaknya yang tertancap pada tubuh mangsanya. Dia berpikir setelah tenaganya pulih, maka ia lebih disegarkan oleh darah dan daging manusia yang baru dibunuh atau ditombaknya. Sedangkan Emteklegok jalan terus dan tiba sampai rumahnya dengan selamat. Dan sampai di rumah dia menyiapkan segala peralatan serta tiga ekor anjing andalan mereka. Dan nama-nama anjing peliharaan mereka Mala,Tingkoe dan Nambos dan untuk menghadapi Empo Mberong, Emteklegok dibantu oleh Emketao. Empo Mberong satu jam melepaskan lelah setelah itu ia bangun dan siap merobek atau mencincang-cincang tubuh Emteklegok. Dia menghampiri dan mengangkat tubuh yang menyandar pada batu itu. Apa yang terjadi? Ternyata itu hanyalah orang-oragan sebagai tipu muslihat Emteklegok sang cerdik yang menjebak dirinya untuk kedua kalinya. Empo Mberong berang dan naik di atas batu itu sampai-sampai telapak kakinya tertancap sehingga sampai sekarang bekas kaki sang manusia raksasa ada diatas Watu Mbelua. Dan tombak yang tertancap di batu ditariknya dan sampai sekarang lubang batu itu seperti ukiran atau kedalaman lubang pada Watu Mbelua sama dengan ukuran sejengkal seperti isi tombak yang digunakan Empo Mberong.
            Lalu dari Watu Mbelua, Empo Mberong lanjut mengejar Emteklgeok dan ternyata Empo Mberong mengantarkan nyawanya karena dihalaman rumah Emteklegok telah disiapkan tiga ekor anjing pilihan yang siap membela tuannya mati-matian. Sehingga begitu Empo Mberong menginjakkan kaki di halaman rumah Emteklegok, Emketao memberikan spirit kepada tiga ekor anjing. Spirit yang diungkapkan atau mantra yang diucapkan Emketao pada ketiga ekor anjing itu “SAMALA, ONENTINGKOE, TUT.........NAMBOS” Setelah anjing-anjing itu mendengar spirit atau mantra yang diucapkan tuannya, anjing-anjing itu dengan galaknya menghadang manusia raksasa itu dengan menggigit satu dibagian leher yaitu Nambos,satu dibuah pelir yaitu Mala, dan satu lagi di bagian kakinya. Dan akhirnya manusia raksasa atau yang disebut Empo Mberong itu mampus oleh ketiga ekor anjing andalan Emteklegok itu.  Dari kejadian itu Empo Mberong yang lain takut untuk mengganggu keluarga Emteklegok dan Emketao lagi.

SEJARAH NAMA KAMPUNG NGGOANG



           Arti kata kampung menurut kamus besar bahasa indonesia adalah dua:
a.Desa atau dusun
b.Kelompok rumah-rumah
Sedangkan kata Nggoang itu dari bahasa daerah Manggarai yang artinya nyala api atau pijaran api .
            Kampung Nggoang ada di wilayah provinsi Nusa Tenggara Timur(NTT) Kabupaten Manggarai Barat kecamatan Sano Nggoang desa Sano Nggoang .Alur cerita mengenai kampung Nggoang ini sebagai berikut:
           Menurut cerita lisan dari nenek moyang atau tuturan bahwa nenek moyang orang Nggoang berasal dari Sumatra (Minangkabau).Dari Minangkabau ke Sumba, dari Sumba ke Flores yaitu di Nuca Motang yaitu sebuah pulau kecil paling barat pulau Flores .
          Perpindahan setelah berada di pulau Flores berdasarkan sifat masyarakat nomaden sehingga dari satu tempat ke tempat yang lain dengan urutan sebagai berikut:
Dari Nuca Motang ke Nenggul,dari Nenggul ke Dewa,dari Dewa ke Poco Dedeng,dari Poco Dedeng ke Umpu Rua,dari Umpu Rua ke Bangka Laja ,dari Bangka Laja ke Tereng ,dari Tereng ke Hiher,dari Hiher baru ke Nggoang yang disebut kampung sampai sekarang ini.Dan setelah sampai di Nggoang sifat ke nomadennanya berubah .
           Cerita perpindahan dari Hiher ke Nggoang sebagai berikut :
Pada suatu malam  orang yang menghuni kampung Hiher melihat ke arah timur di suatu bukit terlihat nyala api .Waktu itu mereka merasa terancam karena diduga ada musuh yang akan mengepung mereka .Oleh karena itu orang yang tertua di kampung Hiher mengumpulkan beberapa orang pilihan un tuk pergi mengamati bukit tersebut dan untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi .Orang-orang pilihan itu berangkat ke bukit .Sampai di sana ternyata tak ada orang yang mereka temukan selain sebuah batu dengan ukuran besar atau diameternya sekitar 75 cm dan tingginya sekitar 1 meter .Menurut pengamatan dari mereka yang pergi kesitu bahwa dari batu itu keluar pijaran api atau batu itu menyala .Mereka terheran-heran mengapa hal itu terjadi.
            Setelah mereka yakin bahwa cahaya yang terpancar dari bukit itu adalah pijaran api yang berasal dari sebuah batu,maka mereka pulang dan menyampaikan hal itu kepada tua kampung yang mengutus mereka.Dan setelah tua kampung mengetahui hal itu,maka tua kampung ingin melihat sendiri batu itu secara lebih dekat dengan pergi lagi kebukit bersama utusan yang telah melihat batu itu .
        Sesampainya tua kampung bersama rombongan tiba di bukit,maka disksikan sendiri oleh tua kampung bahwa memang benar ada sebuah batu diatas bukit itu yang mengeluarkan pijaran api atau menyala.Dan saat mereka pergi untuk ke dua kali nya adalah pada malam hari.Karena batu itu menyala,maka kira-kira radius 10 meter disekitar batu tersebut terang benderang sehingga rombongan tidak perlu lagi menyalakan obor .
        Dengan melihat sendiri apa yang terjadi pada batu itu,maka tua kampung Hiher berpikir bahwa ini adalah sutu keajaiban alam dan sekaligus ini sebagai suatu petunjuk bahwa ditempat itu ada kekuatan .Oleh karena itu tua kampung memutuskan bahwa kampung Hiher akan mereka tinggalkan dan membuka perkampungan baru yaitu disebuah bukit dimana ada sebuah batu yang menyala sehingga kampung baru itu dinamakan kampung Nggoang.
Tadi nya ditempat itu adalah sebuah bukit dengan topografi sebagai berikut:
Dari arah barat dengan kemiringan sangat tajam sehingga tidak memungkinkan untuk membuka jalan yang akan dilalui kendaraan kecuali kendaraan tradisional seperti kuda .Dari arah timur juga demikian .Karena diatas bukit sebagai tempat perkampungan itu melepas pandangan ke timur terdapat sebuah danau besar dengan diameter sekitar 5 km timur barat dan kedalamanya sekitar 600 meter .Dan dari arah utara terdapat jurang yang dalam.Sedangkan dari arah selatan tanah nya miring dan juga berbukit – bukit .
      Jalur masuk ke kampung Nggoang dari arah utara dan 500 meter menuju kampung jalan nya sempit karena melintas di bibir jurang yang dalam .Jumlah areal yang dijadikan wilayah perkampungan sekitar 50 are denagn posisi membentang dari utara ke selatan agak ke barat pohon-pohon tumbuh dengan subur dan batu-batu berserakan .Diantara pohon – pohon yang ada satu yang punya nama dan punya sejarah yaitu munting tanda (nama pohon),dan dari sekian banyak batu yang ada hanya satu punya nama yang termasyur sampai sekarang ini yaitu watu nggoang.
          Jadi karena punya nama dan punya sejarah ,maka watu ini menjadi suatu aset dan warisan alam yang perlu dilestarikan atau dilindungi sesuai dengan UU RI No 5  tahun 1992 dan Undang-Undang No 10 tahun 2011 tentang cagar budaya .Batu(watu Nggoang) adalah termasuk salah satu  benda cagar budaya yang kalau dikelompokan berdasarkan jenisnya adalah jenis historika .   

Kamis, 20 Juni 2013

SEJARAH DANAU SANO NGGOANG



Di Flores Barat ada suatu danau yang bernama danau Nggoang.Mau tahu ceritanya bacalah cerita di bawah ini:
       Pada zaman dahulu sebelum tempat itu menjadi danau hiduplah dua orang laki – laki  Yang satu buta dan yang satu lumpuh.
       Mereka hidup terisolir dari masyarakat yang lainnya.Mereka berdua tidak tinggal dalam satu rumah tetapi mereka tinggal berlainan.
       Jarak rumah si lumpuh dan si buta tidaklah terlalu jauh, sehinnga masih bisa saling memanggil dari rumah masing – masing.
      Di rumah mereka jarang bahkan sulit untuk diingat kapan mereka dikunjungi oleh seseorang.Hanya ada seekor anjing peliharaan mereka yang datang ke rumah si lumpuh kemudian ke rumah si buta.
       Anjing itu di beri nama Lawe.Lawe tidak tinggal menetap di rumah si lumpuh dan si buta.Lawe kadang di rumah si lumpuh dan kadang di rumah si buta.
       Pada suatu hari si buta kelaparan karena tidak ada api untuk memasak nasi atau untuk membakar sesuatu.Dia memberitahukan keadaannya itu kepada si lumpuh. Si lumpuh menaruh belas kasihan pada si buta tetapi apa daya dia tidak bisa berjalan untuk memberikan pertolongan,membawakan si buta api.
       Si buta selalu meminta tolong. Si Lumpuh berpikir keras bagaimana cara untuk menolong si buta.Pikir punya pikir akhirnya  si lumpuh menemukan cara yaitu dengan mengikatkan puntung api di ekor si Lawe yang kebetulan waktu itu berada di rumahnya si lumpuh.Pada saat dia menemukan ide itu lalu dia memanggil si buta dan memberikan tungkunya kepada si buta. Betapa senangnya si buta.Lalu si lumpuh memberikan petunjuk kepada si buta untuk memanggil si Lawe.Setelah petunjuk itu di pahami oleh si buta maka mulailah si lumpuh mengerjakan itu semua dengan mengikatkan puntung api di ekor si Lawe.Selesai diikatkan pada ekor si Lawe lalu si lumpuh menyuruh si buta untuk segera memanggil si Lawe.
       Si buta memanggil si Lawe dan nada panggilan itu seakan – akan di rumah buta telah disiapkan makanan buat si Lawe. Si Lawe segera melompat dari rumahnya si lumpuh menuju ke rumahnya si buta, maka pada saat itu ekor si Lawe terangkat ke depan sehingga putung api yang terikat di ekornya si Lawe mengenai badan si Lawe.Lawe terkejut dan mengaik – ngaik ke sana – kemari tidak karu – karuan.   Melihat tingkah Lawe seperti itu si lumpuh tertawa terbahak – bahak dan si buta juga ikut tertawa karena mendengar suara si Lawe yang kaik – kaik ke sana kemari. Si Lawe bukannya ke rumah si buta tetapi dia lari pontang – panting berusaha untuk melepaskan benda asing yang diikatkan pada ekornya.
  Peristiwa itu menjadi tontonan menarik bagi si lumpuh akhirnya mereka berdua tertawa dan tertawa.
       Pada saat itu tiba – tiba datang angin ribut dan dari kejauhan terdengar suara memanggil si lumpuh dan si buta.
       “Buta……Lumpuh!”demikian suara itu memanggil. Mendengar panggilan itu si buta dan si lumpuh terkejut dan ketakutan.Kian lama semakin mendekatlah suara panngilan itu.Dan tiba – tiba si buta dan si lumpuh melihat seorang kakek berambut panjang dan berjenggot putih membawa tombak menghampiri mereka.
       Setelah tiba dihadapan mereka kakek itu bertanya kepada si buta dan silumpuh.”Kalian berdua mau makan apa?Mau makan nasi atau mau makan bubur?” “Segeralah menjawab!” serunya. Si buta menjawab, “kami mau makan bubur.” Kakek berkata,”Tunggulah sebentar!”Kakek itu menghentakkan tombaknya ke tanah.Lima menit kemudian dari dalam tanah keluarlah air panas. Air itu keluar semakin lama semakin deras dan mengganas menggenangi halaman rumah si buta dan si lumpuh.
       Pada waktu itu kakek tua tadi menghilang  sedangkan si buta dan si lumpuh menjerit – jerit  minta tolong,karena mereka sudah mulai terendam air panas sebab air itu semakin lama semakin membesar tetapi jeritan mereka sia – sia.Dan akhirnya air yg menggenangi halaman rumah mereka menghanyutkan si buta dan si lumpuhdan mulai saat itulah ,Terjadinya sebuah danau dan danau itu di beri nama Danau Nggoang



      












BEBERAPA JULUKAN ATAU RAIT DALAM BAHASA MANGGARAI

Dalam menunjukan kebolehan seseorang dia mengganti nama dirinya dengan nama lain .Nama lain itu sebagai julukan akan lebih terkenal dibandingkan dengan nama aslinya .Nama-nama julukan tersebut dapat dipakai pada moment berikut ini :



I.                  Rait Caci


1.   Jambu Lamung
2.   Kala Rana
3.   Lambar Walang
4.   Latung Kelang
5.   Kelang Anak
6.   Lalong Bakok Wae Sano
7.   Rasi Mantang
8.   Rata Kapang
9.   Keka Landang
10. Konang Rocak
11. Pajung Halus
12. Tokeng Ndole
13. Tekur Tewa
14. Nggoleng Poka
15. Rewung Lana
16. Kontas Bokak
17. Ndisi Kumba Kikit
18. Temba Lengge
19. Tiwu Lewe
20. Jarang Anak
21. Lawe Lenggong
22. Sampang Anak
23. Sambi Dangis
24. Rombeng
25.O.....Watu weri
     soet toe nggolet cake toe ngance kebut toe cepu tapa toe gak
     tanda batas tana dalu pat
                            II.        Paci/Julukan
                                   
1.      Motang Rua
2.      Kules Ndueng
3.      Wusak
4.      Kucing Komodo
5.      Singa Barat
6.      Hantu Laut
7.      Rundu Waka
8.      Jampi Nangka (R. Jarang)
9.      Tana Lino (R. Jarang)
10.  Kaka Rani (Ngasang Jarang)
11.  Lalong Kisot
12.  Tiwu Lewe
13.  Haji Manggarai
14.  Keraeng Ndaes
15.  Keraeng Medang
16.  Lalong Pada
17.  Ndingar
Roke Loken Haeng One Nggiit Icin Sage Gincing Depet Ata Bengen Manga Tau Musa Belek Gotok Ata Bongot Toe Oke Bon, Bom Toe Manga Bos Ata Borok Gotok Ata Mas Bom Toe Manga Baba Ata Alan.
OH Ndingar…….